Rabu, 21 Desember 2011

-SEKELUMIT DARI BEBERAPA HARI BERSAMA RANAH 3 WARNA-


Alhamdulillah... selesai juga nih baca novel kedua dari trilogi Negeri 5 Menara-nya bang Ahmad Fuadi. Novel bertajuk Ranah 3 Warna ini tidak kalah memukau bila dibandingkan dengan novel sebelumnya. Alur cerita simple, bahasa yang efektif plus kadang menggelikan, and yang pasti kisahnya yang menawan.
-********-
Nih novel sudah kubeli hampir 7 bulan yang lalu, namun karena harus ‘transmigrasi’ ke ibukota bentar untuk tugas belajar, jadi baru kebaca sekarang. Begitu buka sampul plastik pembungkusnya, aku agak heran dengan bentuk ‘hadiah’ khas: pembatas buku. Bentuknya daun, berwarna merah, di sebaliknya tertulis “Man Shabara Zhafira”: siapa yang bersabar akan beruntung! Bentuk itulah yang kemudian kutahu daun maple, yang banyak ditemui di Kanada. Pun dengan tulisan itu, yang setelah kubaca tuntas ternyata adalah roh dari novel ini, sejenis ‘mantra’ kuat yang dipegang tokoh Alif untuk mengarungi hidup, begitu sadar bahwa ‘mantra’ sebelumnya “Man Jadda Wajadda”: siapa yang bersungguh-sungguh akan sukses! belum cukup untuk ‘dinaungi’.
-********-
Seperti lazimnya sebuah trilogi, tentu kisah dalam novel kedua ini merupakan lanjutan dari kisah sebelumnya. Tokoh sentral tetaplah Alif, seorang pemuda dari Maninjau yang getol dengan yang namanya: ILMU! Dikisahkan, dengan berbagai perjuangan yang ‘berdarah-darah’, hehehe, dia kembali merantau ke Jawa, kali ini ke Jawa Barat untuk kuliah di jurusan HI, Unpad. Selain kehidupan selama kuliah, menurutku kisah yang menarik adalah munculnya tokoh Randai sebagai pendamping tokoh Alif (di novel pertama, teman-teman sahibul menara-lah yang ada di posisi ini), yang berperan ganda: protagonis dan antagonis, :). Bahkan, aku sampai berandai-andai: “gimana sih rasanya punya teman kayak gini”? :-), di satu sisi luar biasa setia kawan, perhatian, dan loyal; di sisi yang lain adalah saingan ketat dan tangguh dalam akademik dan ‘nonakademik’, :-).
-********-
Bumbu cinta pada tokoh Raisa, diantara Alif dan Randai, dikemas ‘kalem’, datar, namun cukup membuat geregetan, :-). Kalau aku jadi Raisa, aku pun tetap lebih memilih Randai, lho? Hahaha, peace ‘lif, inilah naluri wanita yang ‘normal’! sekali lagi ngakak, hahaha...
Kisah tentang ospek itu, paling bikin aku nyesel, why? Kalau tau kita ‘tidak wajib’ takut sama senior, mungkin dulu pas ospek aku mau berani juga, :-), sayangnya sudah lewat! Lha rasa nyeselnya belum hilang, eh kok sudah muncul kisah kesempatan program pertukaran mahasiswa itu, ke Quebec pula, pake bahasa Perancis pula (yang aku mulai bisa juga, :-)), parahnya si Alif kok ya lolos, waduh waduh waduh ngiriiiiiiii, ^L^. Ya sudahlah, kisah selama di Amman dan di Saint-Raymond tak usah dibahas, bisa mati berdiri karena iri! Hahaha...
-********-
Kalaulah ada yang bisa ‘melipur’ hati untuk melebur rasa iri tuh ya tokoh Rusdi, kalau orang Banyumas bilang: yakinlah sumpah! kocaaaaak, :-). Aku anggap tokoh ini adalah ‘super hero’ yang menikam tajam tokoh Alif. Si Alif boleh kompeten dalam urusan yang berbau jurnalistik, cas cis cus in english and arabic, dan berkarakter mandiri khas alumnus pondok. Tapi masalah nasionalisme, kreativitas, dan inisiatif, Rusdi lah yang punya! Horeeee doreeee, copilot made in peternakan gitu lohhhh... :-).
-********-
Beberapa deret kata yang tanpa ragu ku stabilo tebal ialah going the extra miles; I’malu fauqa ma ‘amilu; berusaha di atas rata-rata orang lain (p. 12)// underdog can win (aku berniat segera searching ‘final euro 92’ di youtube, :-)) (p. 22)// berlelah-lelahlah – manisnya hidup terasa setelah lelah berjuang (p. 26)// Tuhan selalu maha mendengar (p. 32)// bagiku belajar adalah segalanya (p. 34)// selalu pilih teman dan lingkungan terbaik (p. 66)// bila kita menyayangi apa yang ada di bumi maka Dia yang di langit akan menyayangi kita pula (p. 156)// betapa Tuhan suka memberi surprise (p. 297)! Kira-kira sebagai ‘mantra’ cadangan pula selain ‘mantra’ utama nan kuat yang sudah ditekankan di awal, tentunya kali ini ‘mantra’ untuk tokoh –Aku-! :-)
-********-
Tidak sabar untuk segera membaca novel terakhir dari trilogi ini, judulnya apa ya? yang jelas di novel sebelumnya sempat terpampang cover hitam legamnya, :-), tertulis angka 1. Kita lihat saja nanti. Au revoir. C’est super! :-)
-Santie - at Kampoeng Harmoni.

Jumat, 18 Maret 2011

BERPIKIR SALAH KARENA SALAH BERPIKIR



Senyuuuum. Kali ini, itu yang dilakukan ketika pikiran dibombardir berbagai serangan yang digiring setan ke arah tepi sadar. Nih otak seakan sudah punya tradisi, begitu bertemu otak yang bertolak belakang: POKOKNYA, DIA YANG SALAH...!!! NGAMUK...!!! hahaha, payaah, Gan...!!!
Punya pikiran dengan stempel “loading-nya lama” memang ribet, toeeeengg! Minimal butuh waktu beberapa saat untuk mengakurkan otak dan hati. Mudah ya? ealahhh, yo ora to, Gan...!!! brrrrr...
Gan, itu kalau salah satu saja yang error... lhaaa padahal kadang otak dan hati sama-sama ‘kemebuuul’... otak dipenuhi daftar kesalahan yang dia lakukan plus berbagai strategi untuk balas dendam... hati dijejali perasaan disepelekan dan ancaman akan ketidakikhlasan... ampuuun, Gan...!!!
Untung masih berstatus sebagai manusia normal (katanya!). Masih punya empati. Masih sadar bahwa kalau diteruskan hanya akan merusak/merugikan diri sendiri. Martabat kita kan belum tentu tinggi, Gan! jadi mending jangan direndahkan karena laku diri yang tidak bergengsi. Eh, tapi boleh bermimpi, kalau martabat sudah ‘seenak’ martabak, silakan cicipi sebagai bagian dari anugerah Ilahi.
-*****-
Berkarib dengan setan itu punya beberapa keuntungan, salah satunya punya muka tebal. Lumayan, Gan...!!! irit bedak, hahaha... bisa melenggang tanpa peduli omongan orang... bisa semedi dari lirikan ngeri orang yang iri... bisa terhindar dari sindiran hakim tua yang paling berkuasa karena mulutnya yang berbusa...
Namun, kalau otak sedang mau diajak mikir, sebenarnya kesalahan itu bukan ‘barang’ yang tipis... bebannya itu lho... berat ya? Lha iyes to, Gan...!!! apalagi kalau tuh otak sedang dapat dukungan dari hati, didekati... ditemani... diselimuti... untuk ‘eling’ bahwa salah itu bukan untuk dielukkan, apalagi dibanggakan... dan maaf itu bukan kutukan bagi peminta ataupun pemberinya... malu ya? gengsi ya? Ehmmm ‘agak’, Gan...!!! makan tuh agak!!! Eh salah -- makan tuh malu...!!! makan tuh gengsi...!!! kenyang? ALHAMDULILLAH!!!
Nah, kalau sudah kenyang, berarti pedoman mahasiswa (tenang, jangan su’udzon, saya mewakili diri saya sendiri ketika masih berstatus mahasiswa, :D) bahwa ‘logika tidak bisa jalan tanpa logistik’ harus dienyahkan sebentar... berarti ini saatnya mikir ya? yups, hanggih leres niku, Gan...!!! sangat mungkin, kadang proses penyelesaian kita (kita? elo aja kalee) masih berbasis mie instant, mbuleet... saling ‘meraba’... saling menerka... saling menunggu... padahal jiwa besar lebih dibutuhkan daripada nama besar!!!
Pripun, Gan...?
#Mringiiisss @Kamar 004, Trangkil Sejahteraaaaaa....!!!

Sabtu, 12 Februari 2011

SWASUNTING BAHASA DALAM PENULISAN KARYA ILMIAH



Abstrak

Karya ilmiah merupakan salah satu sarana penyebaran ilmu pengetahuan dan teknologi. Saat menulis karya ilmiah, sebagian mahasiswa mengeluhkan kesulitan mengorganisasikan isi dan menerapkan kaidah-kaidah penulisan karya ilmiah. Berkaitan dengan kaidah tata tulis, penulisan karya ilmiah mengikuti dua kaidah baku yaitu kaidah penulisan yang bersifat khusus dan bersifat umum. Kaidah penulisan yang bersifat khusus adalah kaidah tentang teknis penulisan yang telah disepakati bersama dan berlaku di lingkungan tertentu. Adapun kaidah penulisan yang bersifat umum merupakan kaidah tentang bahasa Indonesia baku dan ejaan yang disempurnakan (EYD). Mata kuliah Menulis Karya Ilmiah diberikan dengan tujuan memberikan bekal untuk penyusunan skripsi. Di dalam mata kuliah tersebut mahasiswa dituntut untuk menghasilkan beberapa jenis produk karya ilmiah. Untuk meningkatkan kualitas produk karya ilmiah tersebut, khususnya dalam hal kaidah kebahasaan, maka dirancang kegiatan perkuliahan yang melibatkan aktivitas swasunting bahasa.
Kata kunci: swasunting bahasa, karya ilmiah

#Penelitian Dana DIPA FBS Unnes 2010

REALISASI KESANTUNAN BERBAHASA


Abstrak

Manusia merupakan makhluk sosial yang butuh berkomunikasi dengan orang lain. Tujuan utama berkomunikasi adalah menyampaikan pesan dan menjalin hubungan sosial (social relationship). Komunikasi yang baik memungkinkan pesan tersampaikan dan hubungan sosial tetap terjaga. Hasil dari sebuah komunikasi yang baik adalah kesan yang ramah, sopan, simpatik, dan santun. Faktor bahasa sebagai media penyampaian dalam komunikasi mengalami perubahan dalam penggunaannya akhir-akhir ini. Oleh karena itu, pembinaan terhadap bahasa Indonesia harus dilakukan secara kontinyu. Banyaknya kasus pertikaian atau konflik antaranggota masyarakat karena faktor bahasa memberikan peringatan agar aspek kesantunan berbahasa segera direalisasikan. Perwujudan kesantunan berbahasa dalam proses komunikasi yang multikultural diharapkan meminimalkan konflik yang terjadi, sehingga peran bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan dapat dicapai secara optimal. Optimalisasi tersebut diharapkan dapat menciptakan perdamaian dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.

Kata kunci: komunikasi, kesantunan berbahasa, peran bahasa Indonesia


#Pemakalah Pendamping @Seminar Internasional: Optimalisasi Pemanfaatan Potensi Bahasa dalam Pembelajaran Bahasa, Sastra, dan Kebudayaan Indonesia, serta Komunikasi Sosial-Politik pada Era Globalisasi - 9 November 2010

STORYTELLING BERBASIS MULTIKULTURAL


Abstract

Children are the future generation. As a router, a child's development should be noted that adult human beings would become a strong and responsible to himself and his surrounding community. Parents have a responsibility to educate children as a consequence of the gift of God. Parents faced with the challenge of globalization is very vigorous and growing. Various negative impacts of the above, if the continue felt in children, it is not impossible to cause moral decline. Those problems make the parents must fortify the child of a moral crisis as early as possible. One approach that can be done through the activity of parents is to tell (storytelling) or Storytelling. Storytelling is the conveying of events in words, images and sounds often by improvisation or embellishment. Stories or narratives have been shared in every culture as a means of entertainment, education, cultural preservation and in order to instill moral values. Crucial elements of stories and storytelling include plot, characters and narrative point of view. Storytelling themes can be drawn from the current atmosphere of life. Indonesia's cultural diversity should be introduced starting from now. Therefore, as early as possible multicultural we as a nation should be immediately introduced to the children. By planting early moral education, it is hoped at the time of adults, children will be able to adjust itself with the existing norms in a multicultural society. Moral values are instilled: (1) believe in the power of God, (2) believe in the providence of God, (3) humanity and society, (4) respecting others, (5) compassion, and (6) harmony.

#Makalah Pendamping @International Seminar: Indonesian Language Development in Multicultural Context - January 5 2010

Selasa, 04 Januari 2011

NAJUH & HUJAN


Najuh lalu hujan
Pesan kilat kau kirim lalu basah
Mendesah di atap rumah gelisah
Tanpa pesan

Mungkin nada tertangkap kala peka
Tapi kosong selalu begitu
Pelukan peraduan hangat pura-pura
Hanya setia pada rindu

Najuh dan hujan

Jogja, 030111

By. Deni Rahman

KULIAH PAKAR ADOBSI