Kamis, 26 Januari 2017

DEAR MOM,




Nunggu antrean. Layanan LINE TODAY muncul tiba-tiba seperti biasa. Headline berita terlihat sekilas. Setengah memicingkan mata, klik, dalam hati aku berkata: "Innalillahi... apa lagi ini?" begitu judul berita 'Pengakuan Korban Diksar Mapala UII Yogya' selesai terbaca. Kutuntaskan segera.

Perhatianku tertuju pada foto yang menyertai berita plus caption-nya. Seorang ibu, dengan mimik muka sendu, yang kemudian kutahu ibu dari mahasiswa yang meregang nyawa akibat (dugaan) aniaya berat dalam kegiatan itu. Rasanya beraaaaaat memaknai setiap ceritanya. Turut merasakan perihnya. Mulai begitu ia tahu kondisi putra tunggalnya, saat menceritakan alur kejadian yang masih sempat diungkap putranya dengan nafas tertahan, ketika tangan mereka saling genggam di sisi pembaringan, hingga menuntun saat sakaratul mautnya. Masya Allah.

Ingatanku kembali ke beberapa tahun silam, ketika menjenguk mahasiswi perwalian yang tengah bergulat dengan tumor, KR inisialnya. Di ruang tamu rumahnya, sang ibu bercerita tentang kepasrahan di sela-sela harapan yang (sebenarnya) masih dikobarkan. Mendamba putrinya sembuh, kelak menjadi guru, dan mengangkat derajat keluarga yang hidup dari rejeki hasil kerja sang bapak di sebuah SPBU. Namun, ia harus merelakan kepergiannya.

Pun sama, mahasiswa perwalian penderita kanker berinisial GWH. Di sebuah bangsal paviliun Garuda, tangan sang ibu mengusap lembut keningnya setiap ia mengerang, melisankan kata sakit saking tak tahan, dan merajuk untuk dibawa pulang. Ketika sang putri berseloroh: "Mah, aku mau mati saja!", jari telunjuknya segera memberi isyarat agar diam. Sesekali kepala sang ibu mengeleng pelan, tarik nafas sebentar, cermin kepedihan yang sangat ingin ia lawan.

Sangat trenyuh, namun aku melihat kekuatan. Benarlah ungkapan being a mother is learning about strengths you didn’t know you had, and dealing with fears you didn’t know existed. Sangatlah wajar bila hanya sebagian kecil ibu yang berani menantang dirinya sendiri untuk bersiap atas hal buruk yang mungkin terjadi pada anaknya. Namun, ketika Allah SWT memberi ujian, sebagian besar dari mereka memilih untuk sigap, menata hati, mengikuti adab doa terbaik pada-Nya, dan berusaha semampu diri. Mothers hold their child's hand for moment and their heart for lifetime!

Mom_Kinash @A/3


Jumat, 20 Januari 2017

SERASA BELUM MENCAPAI GUNUNG!



Savvy adalah tokoh sentral dalam cerita ini. Tertindas merupakan gambaran lengkap untuk mewakili keadaannya. Tanpa orang tua, Savvy tinggal bersama om dan tantenya. Cerita makin sengit dengan adanya tokoh Arjan, koki di rumah makan “Dali” milik tantenya, yang memusuhinya.

Cerita awal berpusar pada empat setting tempat saja: rumah makan, pasar, rental playstation, dan rumah om-tante Savvy. Tokoh yang muncul pun hanya Helly (si penjaga rental), om-tante, Arjan, Yuli, dan Rene (teman Savvy), serta Tami (Pembantu Rene). Beberapa bagian cerita menceritakan keluarga pak dan bu Siul, orangtua Luna, teman sekolah Savvy.

Secara umum bacaan ringan, dengan ending cerita yang tidak mencapai klimaks. Bahkan cenderung tidak jelas arahnya. Bagi beberapa pembaca dewasa, rasa penasaran untuk lanjut baca tetap ada, namun serasa bosan dan “agak” menyesal saat mendekati atau sampai pada ending-nya. Walaupun begitu, cerita garapan Widi Santoso yang di-publish Grasindo ini tetap patut diapresiasi. Selayaknya kita tahu, pasti ada usaha lebih untuk menghadirkan cerita dalam bentuk tulis dan tembus penerbitan. Thankful!

Selasa, 03 Januari 2017

NIAT... BERTINDAK... TERUSLAH BAIK...




Luang. Scrolling timeline sebentar, baca beberapa komentar, lalu tertuju pada ajakan acara panjat doa untuk seseorang yang lebih dulu menghadap Tuhan. Aku tak kenal, namun penasaran dengan perhatian kawan dan kerabat yang begitu besar. Klik berandanya, dan… . Oh, mahasiswa… aktivis kampus… friendly… sopan… ringan tangan… teladan bagi teman… dan… dan… setidaknya itu gambaran pribadi almarhum dari ungkapan duka cita mendalam dari mereka yang merasa kehilangan.

Tak sampai akhir. Terhenti oleh rasa iri. Iya, aku sungguh iri kepada orang-orang seperti ini. Selain personality-nya, banyaknya ucapan terima kasih yang disampaikan bisa jadi adalah indikator telah banyak hal positif yang dilakukan. Oleh karena itu, bisa jadi pula banyak pihak yang TELAH TERBANTU olehnya semasa hidup. Inilah poinnya: the best people are those who can be useful for others! Peduli amat berapa ‘jatah’ usia, terserah ditakdirkan berprofesi sebagai apa, sedang berada di belahan bumi mana, atau …, intinya mohon tak menunda sekecil apapun hal baik yang ter-sanggupi!

Bagiku, timeline itu juga pengingat. Amal baik itu followers sejati manusia. Ketulusan doa dari kawan dan kerabat adalah bonus besar dari ‘sepak terjang’ sepanjang hidup dalam berbagi kebaikan hakiki. Pun investasi kebaikan tidak ada pernah mendatangkan kerugian. Kindness is not an act. It is a lifestyle. Semestinya demikian.

*Mom_Kinash *GS A/3
#AllahMahaBaik

KULIAH PAKAR ADOBSI